Judul Postingan : Teater KBHGN: Teknologi Tidak Bisa Membaca Hati | Millennials - Gatra
Share link ini: Teater KBHGN: Teknologi Tidak Bisa Membaca Hati | Millennials - Gatra
Teater KBHGN: Teknologi Tidak Bisa Membaca Hati | Millennials - Gatra
Jakarta, Gatra.com - Masih bertema wanita dan sastra, Galeri Indonesia Kaya mempersembahkan kolaborasi Teater Suara Inspirasi Muda (Teater SIM) dan Yajugaya Divisi Kesenian. Teater tersebut dikonsep dengan minikata yakni pertunjukan monolog dan dialog bertajuk KBHGN.
Teknologi yang selama ini menjadi candu merupakan inspirasi dalam pertunjukan sore tadi. Salah satu peran utama yakni "El" yang diperankan oleh Lydia Nathania Wibisono, perempuan 25 tahun, bercerita kecenderungan El yang menggantungkan keputusan dengan teknologi yang dia sebut "IT", dari masalah sepele seperti menentukan arah jalan hingga pada keputusan terberat seperti bunuh diri atas guncangan-guncangan masalah pribadi.
Lydia juga bercerita pengalamannya yang didapatkan dari peran yang didalaminya, menganai pemikiran yang lebih panjang terhadap pilihan dan tetap sharing dan berinteraksi dengan sekitar.
"Kita kalau mau ngapa-ngapain harus jaga diri dulu lebih pikir panjang dulu. Itu tadi perumpamaan kalau organ kita bisa ngomong kita udah dikasih kayak gini harus pake secara maksimal," kata Lydia usai lakukan pertunjukan di Auditorium Indonesia Kaya, Jakarta, Sabtu (18/5).
"Kalau ke arah teknologinya memang teknologi di era modern ini sebenarnya ada positif negatifnya, nah mungkin tadi ada gambaran gimana teknologi bisa menjauhkan orang yang sebenernya deket," kata Lydia.
Permasalahan yang dihadapi El digambarkan dengan beberapa teatrikal dengan beberapa pemain yang bercerita dari berbagai organnya, dari telinga, mulut, dan hati dan beberapa lainnya. Teatrikal itu seolah memberi isyarat bahkan berbicara keras apa yang seharusnya dilakukan El atas permaslahannya bukan malah memilih terpaku pada IT atau teknologi. Hingga berujung dirinya yang merasa kesepian.
Soal beberapa dialog dan monolog yang paling berkesan buatnya adalah teknologi tidak bisa membaca isi hati, jadi berinteraksilah dengan orang-orang. Menurutnya, itulah gambaran bahwa teknologi bukan untuk dianggap segalanya.
Soal kendala dalam menjalankan perannya Lydia menyebut lebih pada pendalaman emosi karena banyak perubahan dan perkembangan naskah.
"Kesusahannya sendiri naskahnya telat perkembangannya banyak perubahan aku bangun emosinya agak susah tapi karena bareng-bareng bisalah," katanya.
Reporter: Meigitaria Sanita
Editor: Iwan Sutiawan
0 Comments :
Post a Comment