News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia

News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia Rss Online News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia, Dunia, Internasional,

Judul Postingan : News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia
Share link ini: News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia

BACA JUGA


News Bad News 2018 AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi Dunia 25 December - CNBC Indonesia

Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Terkait hal itu, CNBC Indonesia merangkum sederet peristiwa penting sepanjang tahun anjing tanah ini. Peristiwa itu terbagi ke dalam dua kategori, yaitu good news from 2018 dan bad news from 2018. Selamat membaca!
 
Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengeluh tentang praktik perdagangan China bahkan sebelum ia mulai menjabat pada tahun 2016.
 
Tahun itu ia mengatakan China terlibat dalam "perampasan" ekonomi AS, dan sejak itu ia secara agresif menargetkan Beijing sebagai bagian dari agenda Amerika Pertama yang lebih luas.
 
Pada tahun 2017, AS meluncurkan investigasi ke dalam kebijakan perdagangan Tiongkok dan secara pasti mulai memberlakukan tarif pada produk-produk Tiongkok mulai tahun 2018 ini.
AS-China dan Riwayat Perang Badar 2 Raksasa Ekonomi DuniaFoto: infografis/INI SEKTOR INDUSTRI AS YANG JADI KORBAN TARIF TRUMP & XI JINPING/Aristya Rahadian Krisabella

 
Serangan Pertama Targetkan China dan Korea Selatan
 Belum jelas hasil investigasi yang juga mencantumkan nama Indonesia di daftarnya itu, Trump mengambil tindakan protektif yang nyata. Pada Januari 2018 (22/1/2018), eks taipan properti itu menetapkan bea masuk hingga 30% untuk impor mesin cuci jenis tertentu dan panel surya. China dan Korea Selatan adalah negara yang terpukul penerapan bea impor itu.
 
Dua perusahaan elektronik asal Korea Selatan, Samsung Electronics dan LG Electronics, secara gabungan mengirim sekitar 2,5-3 juta mesin cuci setiap tahunnya ke AS dengan nilai penjualan sekitar $1 miliar (Rp 13,3 triliun). Mereka menguasai 1/4 pangsa pasar AS yang selama ini didominasi oleh profuk lokal yaitu Whirlpool dan General Electric.
 
China, yang merupakan produsen panel surya terbesar di dunia, ketika itu menyebut tindakan Trump sebagai 'aksi berlebihan' yang akan mengganggu situasi perdagangan dunia.
 
Langkah awal Trump itu dikhawatirkan akan memantik menjalarnya kebijakan proteksionis ke seluruh dunia. Benar saja. Sang presiden kontroversial itu kembali meresahkan dunia karena mengumumkan pengenaan bea masuk baja dan aluminium dengan alasan keamanan nasional dan melindungi industri dalam negeri.
 
Bea Impor Baja dan Aluminium
Serangan kedua Trump jadi kenyataan ketika ia menandatangani kebijakan pengenaan bea masuk 25% untuk impor baja dan 10% untuk aluminium (8/3/2018). Beberapa negara, seperti Kanada, Meksiko, dan Eropa, sempat dikecualikan dari pengenaan bea masuk itu untuk sementara waktu.
 
Parlemen China sendiri mengatakan akan mengambil tindakan yang diperlukan apabila kepentingan negaranya dirugikan akibat pengenaan bea masuk itu. China adalah produsen baja terbesar di dunia, tetapi ekspor baja China hanya 1% dari keseluruhan impor baja AS. China juga hanya menjual 10% dari produksi aluminiumnya ke luar negeri. Pemerintah China menyebut tindakan Trump itu hanya akan menyebabkan kehancuran pada pertumbuhan ekonomi global.


Selepas menerapkan tarif baru itu, Trump juga berkicau bahwa ia telah meminta China membuat langkah-langkah untuk mengurangi US$100 miliar dari keseluruhan nilai surplus perdagangannya dengan AS.
 
Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders menolak memberi informasi rinci tentang bagaimana pemerintahnya ingin China mencapai tujuan pengurangan surplus tersebut. Berbagai usaha yang kemungkinan akan dilakukan adalah meningkatkan pembelian produk AS seperti kedelai atau pesawat, serta membuat perubahan besar di dalam kebijakan industri, memangkas subsidi untuk badan usaha milik negara, atau semakin mengurangi kapasitas baja dan aluminium.
 
Permintaan tersebut muncul bersamaan dengan persiapan AS untuk kembali mengenakan bea impor untuk produk konsumen, teknologi informasi, dan telekomunikasi dari China senilai US$ 60 miliar sebagai bagian dari investigasi AS terhadap dugaan praktik 'pencurian' kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan teknologi AS oleh China.
 
Serangan Sasar Produk Teknologi China
Trump akhirnya menandatangani kebijakan pengenaan bea masuk yang menargetkan impor asal China senilai hingga US$ 60 miliar atau sekitar Rp 824 triliun. "Ini adalah yang pertama dari banyak [kebijakan serupa lainnya]," kata Trump pada saat penandatanganan.
 
Kebijakan baru itu didesain untuk 'menghukum' China atas praktik perdagangannya yang disebut oleh pemerintahan Trump mencuri hak kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan AS. Kebijakan itu pada awalnya akan dikenakan pada produk-produk tertentu di sektor teknologi di mana China memiliki keuntungan dibandingkan AS.
 
Berselang sehari, pemerintah China mengeluarkan daftar barang-barang impor dari AS senilai US$3 miliar yang akan dikenai tarif baru. Daftar itu sebenarnya dikeluarkan untuk merespons pengenaan bea masuk impor baja dan aluminium Trump.
 
Kementerian Perdagangan China mengancam akan mengenakan tarif 15% untuk 120 produk, termasuk buah segar, kacang-kacangan, ginseng, dan anggur (wine), bernilai hampir US$ 1 miliar bila negosiasinya dengan AS tidak mencapai kesepakatan.
 
Untuk tahap kedua, bea masuk 25% akan dikenakan ke delapan produk, termasuk daging babi dan aluminium, bernilai hampir US$ 3 miliar. Namun, daftar tersebut tidak mencantumkan kedelai, yang sebelumnya disebut-sebut akan ditargetkan oleh pemerintahan China untuk dikenai tarif.
 
Gedung Putih pada bulan Juni, setelah mengadakan serangkaian perundingan dengan China, kembali memperbarui ancaman untuk memaksakan penerapan tarif 25% pada US$50 miliar (Rp 691,4 triliun) barang-barang berteknologi tinggi China sebagai respons atas keluhan pencurian yang dilakukan Beijing dan tekanan terhadap perusahaan asing untuk menyerahkan teknologinya.
 
Pada bulan Agustus, Tiongkok mengusulkan tarif baru atas barang-barang AS senilai US$60 miliar (Rp 864 triliun).
 
Barang yang akan dikenakan taraif baru mulai dari gas alam cair (LNG), beberapa pesawat. Hal ini diumumkan Jumat (3/7/2018) karena melihat prospek pembicaraan perang dagang dengan AS semakin tidak jelas.
 
Di minggu yang sama, Presiden AS, Donald Trump memerintahkan jajarannya untuk mengkaji kenaikan tarif menjadi 25% pada US$200 miliar produk China.
 
Amerika Serikat dan China menerapkan tarif tinggi kepada barang-barang keduanya senilai US$ 34 miliar. Washington diperkirakan akan segera menerapkan tarif tambahan pada US$ 16 miliar barang-barang China.
 
China pada bulan tersebut telah memberlakukan tarif tinggi atas US$ 110 miliar barang-barang AS, yang mewakili sebagian besar impor tahunan China atas produk-produk Amerika.
 
Pada bulan September Trump kembali memperingatkan siap menerapkan tarif atas barang impor dari China ke Amerika Serikat yang nilainya mencapai US$ 267 miliar lebih dari US$ 200 miliar seperti yang diberitakan selama ini.
 
Pada bulan itu Trump telah memberlakukan tarif 25% pada barang-barang Tiongkok senilai US$ 50 miliar, yang sebagian besar dikenakan pada mesin industri dan komponen elektronik menengah, termasuk semikonduktor.
 
Berita terbaru mengenai perang dagang datang pada bulan Desember 2018 ini, di mana Kantor Perwakilan Perdagangan AS pada Jumat (14/12/2018) secara resmi mengubah waktu pengenaan tarif kenaikan bea masuk untuk produk-produk China senilai US$200 miliar (Rp 2.917 triliun) menjadi 2 Maret 2019. Di tengah AS dan China melanjutkan pembicaraan tentang perdagangan dan kekayaan intelektual.
 
Perubahan itu dibuat dalam pengajuan Federal Register dari tanggal efektif yang dijadwalkan sebelumnya pada 1 Januari 2019 untuk dinaikkan menjadi 25% dari 10%.
 
Pemberitahuan itu tidak mempengaruhi bea masuk 25% yang sudah ada pada barang teknologi China senilai US$50 miliar, termasuk semikonduktor, papan sirkuit cetak dan komponen elektronik lainnya, mesin dan kendaraan.
 
Pengajuan itu ditambahkan ke dokumen yang terkait dengan penyelidikan USTR "Bagian 301" terhadap praktik-praktik kekayaan intelektual China, yang telah menjadi dasar bea masuk AS atas barang-barang China. (gus)



Share on Google Plus

- Silly

-.

0 Comments :

Post a Comment