Judul Postingan : Cara dan Panduan Wisata Ramah Lingkungan untuk Generasi Millenial - Kompas.com - KOMPAS.com
Share link ini: Cara dan Panduan Wisata Ramah Lingkungan untuk Generasi Millenial - Kompas.com - KOMPAS.com
Cara dan Panduan Wisata Ramah Lingkungan untuk Generasi Millenial - Kompas.com - KOMPAS.com
SELAYAR, KOMPAS.com – Berwisata kini menjadi tren bagi semua kalangan tak terkecuali generasi millenial. Efek dari pariwisata seperti sampah dan kerusakan alam tak dipungkiri bisa dengan mudah ditemukan di obyek-obyek wisata berbasis konservasi seperti gunung dan laut di Indonesia.
Data yang dihimpun KompasTravel, sampah banyak ditemukan di taman nasional dengan berat yang bervarisasi setelah dikumpulkan. Seperti di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, setengah ton sampah diturunkan saat kegiatan Hari Peduli Sampah Nasional 2019.
Kepala Taman Nasional Takabonerate, Faat Rudianto mengatakan generasi millenial disebut menjadi agen perubahan dalam upaya koservasi sumber daya alam dan hayati. Ia mengimbau kepada generasi millenial bisa memberikan contoh kepada masyarakat sekitar untuk menjaga lingkungan
“Kalau untuk berwisata sendiri, untuk generasi jaman now paling tidak mereka minimal berkegiatan tidak merusak atau tidak mengambil sumber daya alam, obyek daya tarik wisata itu sendiri. paling tidak mereka bisa mengurangi sampah dan membawa barang yang berpotensi menjadi sampah,” kepada KompasTravel di sela-sela acara Kemah Konservasi 2019 di Pulau Tinabo, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Rabu (4/5).
“Atau jika mereka membawa barang yang berpotensi menghasilkan sampah, harus dibawa pulang lagi. Mereka bisa membawa tumblerr, tempat makan sendiri, bawa sampah sendiri, sedotan yang non plastik,” tambahnya.
Selain itu, Faat mengajak generasi millenial untuk tak mengambil sumber daya alam apa pun bentuknya di area konservasi. Ia juga mengimbau untuk tidak melakukan vandalism seperti corat-coret di obyek tertentu saat berada di dalam area wisata berbasis konservasi.
“Obyek sumber daya alam itu akan kehilangan fungsi, keindahannya akibat ulah pengunjung yang tak bisa tertib,” tambahnya.
Obyek wisata berbasis konservasi seperti Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman Nasional (TN) seperti diketahui memiliki pembatasan waktu untuk berkunjung.
“Ada beberapa pertimbangan (pembatasan waktu berkunjung) yaitu memberikan kesempatan kepada alam untuk pulih. misalnya taman buru ada hewan yang hamil. Di daerah-daerah pendakian, (tutup saat) musim hujan. Jalur pendakian (bisa) hancur,” ujar Oka kepada KompasTravel di kesempatan yang sama.
Kemah Konservasi TN Taka Bonerate kembali digelar pada 30 April - 1 Mei 2019 di dua tempat yakni Pulau Tinabo dan Pulau Latondu kawasan TN Taka Bonerate. Kegiatan dipusatkan di P. Tinabo sebagai lokasi perkemahan.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, Kemah Konservasi tahun ini mengangkat tema Bangkitkan Jiwa Konservasi Generasi Jaman Now.
Perkemahan diikuti Saka Wana Bakti Selayar, Masyarakat Mitra Polhut, Kelompok Model Desa Konservasi, karang taruna, Himpunan Pramuwisata Indonesia Cab.Selayar, Mitra WCS-IP, komunitas selam Sileya Scuba Divers, SMA I Benteng, masyarakat binaan TN Bantimurung Bulusaraung dan Balai Besar KSDA Sulsel, pelajar dalam kawasan TNTBR, Kompas.com, fotografer, blogger, dll.
Kegiatan ini juga dihadiri Afni Zulkifli (Tenaga Ahli Menteri LHK Bid. Komunikasi Digital dan Media Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Prof. Ngakan Putu Oka (Dosen Fakultas Kehutanan Unhas), Julianti Siregar (Kasubdit Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam), Datu (Pengelola Kampung Penyu), Bu Novie (Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Kodim 1415 Selayar).
Selain berbagi pengetahuan tentang lingkungan, sharing tentang konservasi, ekowisata, jurnalistik dan fotografi, peranan media sosial dalam konservasi, pemilihan Duta Karang 2019, penanaman cemara laut, pelepasan tukik di Bungin Tinabo, transplantasi karang, penampilan seni budaya, jelajah Pulau Latondu, serta kegiatan snorkeling sambil bersih-bersih dan pengenalan singkat tentang dunia selam.
0 Comments :
Post a Comment