Judul Postingan : Bisnis Jamur, Anak Tukang Bangunan Kantongi Rp 165 Juta/Bulan - detikFinance
Share link ini: Bisnis Jamur, Anak Tukang Bangunan Kantongi Rp 165 Juta/Bulan - detikFinance
Bisnis Jamur, Anak Tukang Bangunan Kantongi Rp 165 Juta/Bulan - detikFinance
Jakarta - Kesuksesan bisa diraih semua orang. Asal, semangat bekerja keras dan pantang menyerah. Salah satu buktinya ialah yang terjadi pada Taufik Hidayat yang sukses dari bisnis jamur.Taufik lahir dari keluarga yang bisa dikatakan jauh dari kata mapan. Orang tuanya adalah seorang tukang bangunan, bahkan sering bekerja di luar Jawa demi menguliahkannya.
Setelah berhasil lulus dari Politeknik Negeri Bandung, Taufik bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta. Namun seakan tidak puas dengan karirnya, Taufik mencari ide untuk berbisnis dan yang didapatnya adalah berkebun jamur.
"Ide bisnis berkebun jamur ini muncul satu bulan setelah saya putuskan resign dari perusahaan di Jakarta. Pada waktu itu ketika saya sedang bingung mau usaha apa, tiba-tiba saya teringat teman lama saat SMA yang tinggal di daerah Cinangsi, Pangalengan," kenangnya saat berbincang dengan detikFinance, Rabu (1/5/2019).Saat itu Taufik bertemu dengan teman lamanya, Aep yang berkebun tomat di samping rumahnya. Berbincanglah mereka, berbagai topik dibicarakan termasuk kenangan masa lalu.
Taufik Hidayat pengusaha jamur Foto: Dok Pribadi Taufik Hidayat
|
Taufik bercerita kepada Aep saat kuliah dulu pernah main ke kebun jamur milik seniornya di kampus di daerah Lembang. Menanggapi cerita itu, Aep mengatakan jika tetangganya juga ada yang berkebun jamur di rumah dan diajaklah Taufik ke sana.
"Setelah ngobrol-ngobrol saya tahu kalau media tanam ini didapat dari Ciwidey karena ada bantuan untuk peningkatan ekonomi masyarakat dari pemerintah melalui program budidaya jamur. Si pemilik bercerita merasakan manfaat dari berkebun jamur, karena tidak capek merawatnya dan juga panennya setiap hari jadi bisa dapat gaji setiap hari katanya. Jamurnya juga karena masih sedikit dijual ke tetangga dan ke tukang sayur keliling. Yang dikeluhkan waktu itu adalah akses untuk mendapatkan media tanam karena di Pangalengan tidak ada," ujarnya.
Dari situlah muncul ide untuk berkebun jamur di rumahnya. Kebetulan rumahnya yang berada di Pangalengan memiliki tingkat kelembaban yang cocok untuk bertanam jamur.
Sesampainya di rumah, Taufik merenung kembali. Hingga akhirnya dia mantap keluar dari kantornya dan berkebun jamur. Tujuannya, untuk mengubah nasib keluarga.
"Karena kalau saya tidak resign, mau sampai kapan melihat bapak saya jadi tukang bangunan bahkan rela keluar pulau waktu saya kuliah untuk membiayai saya, mau sampai kapan melihat kedua kakak saya bertahun-tahun panas-panasan di jalan jadi tukang ojek, dan mau sampai kapan saya tega melihat kondisi desa saya yang sebagian besar buruh tani tapi tidak mendapatkan penghasilan yang layak," jelasnya.
Lokasi pengembangan jamur milik Taufik Hidayat Foto: Dok Pribadi Taufik Hidayat
|
Setelah melakukan riset kecil-kecilan, Taufik terjun ke bisnis jamur pada 30 November 2014. Dia langsung menyewa lahan dekat rumahnya yang bisa menampung 20 ribu media tanam. Dia kemudian juga membangun tempat produksi media tanam.
Jika ditotal, modal awal yang dia keluarkan saat itu bisa mencapai Rp 100 juta. Modal itu dia dapat dari pinjaman teman kuliah dan rekan kerjanya dulu.
"Karena ekspektasi saya sangat besar melihat potensi dari usaha ini," tambahnya.
Singkat cerita masuklah masa panen yang pertama. Taufik mulai menawarkan jamurnya ke pedagang sayur di Pasar Pengalengan. Tapi, bisnisnya tak langsung mulus. Tak lama setelah panen, dia mengalami musibah karena rumah jamurnya ambruk karena terendam air saat musim hujan.
"Sore itu, saya dan kakak sedang panen jamur di dalam, dan di luar hujan deras sekali. Lama kelamaan terasa air menggenang di dalam rumah jamur dan seketika itu terdengar suara gesekan bambu dan rak-rak di dalam terus miring. Saya dan kakak langsung lari keluar dan alhamdulillah selamat hampir tertimpa bangunan di dalam, yang tidak selamat bangunan dan 20.000 media tanam yang baru saja panen," kisahnya.
Jika dihitung total kerugian yang harus ditelannya sekitar Rp 80 juta. Taufik hanya bisa mengelus dada. Dalam benaknya baru pertama kali ia merasakan kehilangan uang sebesar itu. Apalagi uang itu berasal dari pinjaman teman-temannya yang harus dikembalikan.
Tapi ujian itu tak mematahkan semangatnya. Dia mencari lagi pinjaman ke teman-temannya. Setelah dapat, Taufik mencoba untuk membuat sendiri media tanam jamurnya. Sebab dana yang didapat kali ini sangat terbatas.
Lokasi pengolahan jamur Foto: Dok Pribadi Taufik Hidayat
|
Cobaan pun datang lagi. Dia selalu gagal membuat media tanam sendiri. Berulang kali Taufik mencari pinjaman dan berulang kali juga dia gagal. Sampai akhirnya dia sadar utangnya sudah mencapai Rp 500 jutaan.
"Dari situ saya sadar saya terlalu egois dan terlalu idealis, merasa paling bisa dan tidak butuh masukan dari orang. Pada titik itu baru saya bisa evaluasi dengan kepala jernih kemudian saya pelajari lagi prosesnya dari awal. Setelah saya pelajari dengan benar ternyata tidak terlalu sulit, bagian paling penting adalah pada saat sterilisasi," terangnya.
"Dengan cara manual menggunakan drum kita tidak tahu berapa suhu dan tekanannya makanya kadang berhasil kadang tidak, karena api juga tidak selalu sama. Dari situ saya coba diskusikan bersama Pak Yusuf (Dosennya) untuk membuat alat sterilisasi yang bisa dikontrol suhu dan tekanannya dan setelah alat tersebut jadi dibuat, mulailah kembali saya mencoba produksi media tanam dan benar kegagalan bisa ditekan," tambah Taufik.
Setelah cukup mahir membuat media tanam, bisnisnya mulai membaik. Dia juga sempat mengikuti lomba Wira Usaha Mandiri dan bisa juara nasional kategori pertanian. Dari lomba itu dia mendapatkan dana segar Rp 40 juta. Uang itu Taufik gunakan untuk mengembangkan bisnisnya. Perlahan tapi pasti, bisnis dengan nama Villa Mushroom Agrifarm terus berkembang dan membuka jalan ke masyarakat yang ingin bisnis jamur.
"Kemudian saya buka sekolah gratis berkebun jamur di masyarakat agar menjadi peluang menambah penghasilan. Beberapa sudah bisa berkebun jamur di rumah mereka sendiri," ujarnya.
Kini bisnisnya sudah dibantu oleh 15 orang petani dengan volume panen per bulan sekitar 6 ton atau senilai Rp 75 juta. Selain itu, dia juga produksi media tanam per hari 1.500 polibag dan didistribusikan ke petani setiap bulan sekitar 30.000 media tanam atau senilai Rp 90 juta.
Total penjualan setiap bulannya mencapai sekitar Rp 165 juta dari hasil panen jamur dan dari media tanam. Untuk laba bersihnya sekitar 30%-40% dari penjualan. Sedangkan aset yang Taufik miliki saat ini sekitar Rp 600 juta terdiri dari lahan, bangunan dan mesin. (das/hns)
0 Comments :
Post a Comment