Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com

Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com Rss Online Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com, Bisnis,

Judul Postingan : Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com
Share link ini: Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com

BACA JUGA


Laba Emiten Tambang Logam Memudar - Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas laba emiten logam sepanjang periode Januari 2019–September 2019 tercatat memudar yang disebabkan oleh meningkatnya beban operasi. Kondisi tersebut diprediksi akan terus berlangsung hingga tahun depan.

Berdasarkan catatan Bisnis, 2 emiten tambang logam mencatatkan penurunan laba bersih yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) , dan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), sedangkan PT Timah (Persero) Tbk. (TINS) berbalik rugi sepanjang kuartal III/2019.

Padahal, jika mengacu pada laporan keuangan per kuartal III/2019, ANTM mencatatkan pertumbuhan pendapatan 22,95%, dan pendapatan TINS melonjak 114,65%. Hanya INCO yang mengantongi pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kendati mencatatkan pertumbuhan pendapatan, ANTM dan TINS melaporkan peningkatan beban pokok penjualan masing-masing 29,91% dan 136,95, sehingga laba bersih pada periode berjalan harus tertekan.

Kunto Hendrapawoko, Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang menjelaskan bahwa peningkatan volume penjualan komoditas utama perseroan yakni nikel, bauksit-alumina, dan emas pada kuartal III/2019 turut memberikan kontribusi kenaikan secara umum pada biaya pokok produksi.

“Faktor itu juga meningkatkan beban operasi perseroan, sehingga memengaruhi secara umum perolehan laba perseroan,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Dia mengatakan bahwa perseroan tengah berfokus untuk menjaga struktur biaya perseroan dengan mempertahankan biaya operasi tetap rendah untuk menciptakan margin positif pada tahun ini.

Selain efisiensi, Kunto menambahkan bahwa perseroan optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan kinerja produksi dan penjualan yang lebih tinggi pada tahun ini.

“Hal ini telah tercermin pada pencapaian realisasi produksi dan penjualan pada kuartal III/2018 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal III/2018,” jelasnya.

Sementara itu, M. Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama Timah mengatakan perseroan terus berupaya memenuhi komitmen untuk memenuhi pasokan timah yang sedang meningkat seiring dengan perdang dagang yang berkelanjutan.

“Koreksi harga logam timah dunia dewasa ini merupakan tantangan utama sekaligus kesempatan yang harus segera direspon dengan menciptakan keunggulan operasional untuk memperbaiki profitabilitas dan memperkuat fundamental perseroan di tengah kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian,” katanya dalam keterangan resminya.

TINS melaporkan produksi logam timah sebesar 58.157 metrik ton di periode Sembilan Bulan 2019 mencapai 58.157 metrik ton, naik 174% secara yearonyear (YoY) dibandingkan pencapaian sebesar 21.264 Metrik Ton di periode Sembilan Bulan 2018.  

Dari sisi penjualan, volume penjualan logam timah Perusahaan di periode Sembilan Bulan 2019 tercatat sebesar 50.326 Metrik Ton dibandingkan 20.174 Metrik Ton yang terjual selama periode Sembilan Bulan 2018, atau mengalami kenaikan sebesar 149% YoY.

Kenaikan volume penjualan logam timah yang signifikan tersebut menopang kinerja pendapatan usaha TINS selama periode Sembilan Bulan 2019. Pendapatan konsolidasian TINS selama periode Sembilan Bulan 2019 tumbuh pesat, meningkat sebesar 115% YoY, mencapai sekitar Rp14,6 Triliun atau lebih dari $1 Miliar dibandingkan pencapaian sekitar Rp6,8 Triliun di periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Namun, ditengah melonjaknya pendapatan perseroan, tantangan beban produksi mempengaruhi beban pokok pendapatan selama periode sembilan bulan 2019.

"Secara keseluruhan, kombinasi dari pelemahan harga logam timah, beban produksi dan beban bunga mempengaruhi kinerja keuangan perseroan selama periode kuartal III/2019,” jelasnya.

Perseroan berupaya untuk melanjutkan langkah strategis guna memperbaiki kinerjanya pada periode selanjutnya. Mulai kuartal III/2019, untuk merespon dinamika pasar timah dunia, TINS mengambil komitmen untuk secara bertahap mengurangi pasokan ekspor logam timah dunia.

Penurunan secara bertahap mulai terefleksikan di dalam volume penjualan logam timah di kuartal III/2019 yang mencapai 18.717 metrik ton dibandingkan 19.056 metrik ton di Kuartal II 2019.  

Secara bulanan, volume penjualan logam timah TINS menunjukkan penurunan dari 6.425 metrik ton per Agustus 2019 ke 6.154 Metrik Ton per September 2019.

“Penurunan volume ekspor secara konsisten ini merupakan salah satu jawaban Perusahaan terhadap dinamika harga timah dunia dewasa ini yang tidak memberikan keuntungan optimal kepada produsen yang harus menghadapi resiko operasional pertambangan,” tuturnya.

Di lain pihak, Kepala Riset Investasi Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan bahwa meredupnya laba mayoritas emiten tambang logam sepanjang kuartal III/2019 disebabkan oleh melonjaknya beban produksi.

Menurutnya, tren tersebut tidak hanya terjadi di emiten tambanng logam, akan tetapi juga terjadi di emiten-emiten tambang komoditas lainnya seperti tambang batu bara. Dia menilai tren tersebut akan kembali terjadi pada kuartal IV/2019 hingga 2020 mendatang.

“Ini kemungkinan akan terjadi sampai tahun depan apalagi tahun depan akan ada upah minimum naik jadi ini memang tantangan perlambatan ekonomi berpengaruh juga,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (4/10/2019).

Untuk sektor ini, kata Wawan, saham INCO masih menarik untuk dicermati seiring dengan adanya larangan ekspor bijih nikel yang telah dipercepat.

Dengan adanya larangan tersebut, INCO akan semakin diuntungkan karena perseroan telah lebih dulu berinvestasi untuk pembangunan smelter untuk pengolahan bijih nikel.

“Untuk sektor ini yang paling menarik emiten nikel, terutama INCO yang sudah memiliki smelter,” ungkapnya.

Senada, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menjelaskan bahwa tidak efisiensinya produksi yang dilakukan emiten-emiten logam membuat laba sepanjang kuartal III/2019 harus tergerus.

Kegiatan produksi yang belum ditunjang oleh teknologi yang baik dinilai sebagai penyebab melonjaknya biaya produksi emiten-emiten tambang logam seperti ANTM dan TINS.

“Jadi teknologi diperlukan untuk cost efisiensi,” jelasnya.

Namun, penurunan kinerja yang dialami INCO sepanjang kuartal III/2019 dijelaskannya karena jadwal perbaikan yang dialami perseroan sepanjang 6 bulan pertama 2019.

Hal tersebut berdampak terhadap kegiatan produksi perseroan, sehingga volume produksi pada semester I/2019 turun.

“Tetapi kuartal III/2019 dia sudah naik kencang,” tuturnya.

Untuk sektor ini, Janson merekomendasikan saham INCO karena dinilai paling efisien dalam menjalankan kegiatan produksi dibandingkan dengan emiten-emiten tambang logam lainnya.

“Saya lebih rekomendasikan INCO karena cost efisien, harga nikel yang akselerasinya lebih tinggi daripada harga timah,” katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
emiten tambang



Share on Google Plus

- Silly

-.

0 Comments :

Post a Comment