Judul Postingan : ‘Renyahnya’ Bisnis Cookies - Serambi Indonesia
Share link ini: ‘Renyahnya’ Bisnis Cookies - Serambi Indonesia
‘Renyahnya’ Bisnis Cookies - Serambi Indonesia
AROMA coklat leleh mengawang di udara. Jari jemari para perempuan muda tengah berkutat dengan seonggok adonan. Sementara di sudut lain, toples-toples berisi kue kering (cookies) berjejer memenuhi rak. Sebut saja kue kering legendaris untuk Lebaran berupa nastar dan putri salju, serta kreasi cookies lainnya yang berjumlah hingga 12 varian. Menanti para pelanggan datang menukarkan dengan uang dan membawanya pulang.
Sejak kue kering menjadi sajian lebaran, sejak itu pula bisnis cookies tak pernah sepi peminat. Seperti pemandangan yang terekam di ‘Dapur Arini’, Lhong Raya, Banda Aceh, Kamis (30/5). Usaha homemade yang dilakoni Arini dan keluarga ini, telah ada sejak 2013. Mengisi toples-toples hari raya warga.
“Ide awalnya karena suka baking, kami menggunakan bahan premium dan dijual mulai Rp 200 ribu-250 ribu per toples. Lebaran kali kami memproduksi 250 kilogram kue kering,” ujar Arini.
Bola-bola coklat dengan taburan kacang yang baru keluar dari oven menggugah selera. Arini dengan cekatan memberi topping berupa coklat di atasnya. Homemade ini menerima pesanan bahkan sebelum Ramadhan datang. Namun Arini meyakinkan, pelanggan tak perlu khawatir karena mutu bahan yang digunakan akan membuat si kue kering panjang umur.
Pemandangan serupa juga terlihat di ‘Dapur BC’, Seutui, Banda Aceh. Bertoples-toples cookies berjejer menebar aroma wangi. Perempuan muda ini mengaku, berkenalan dengan dunia baking sedari kecil. Ia yang mewarisi bakat membuat kue dari keluarga, lantas mengajak pelanggannya bernostalgia rasa.
“Jadi saya memang keluarga baker, Dari kecil belajar topping, cetak, dan kemudian bikin adonan. Itu resep dari keluarga dan ada diajarkan juga untuk materi PKK,” ujar Acin.
Ia mengatakan, ‘Dapur BC’ berjualan dengan sistem Pree Order (PO) sejak sepekan sebelum Ramadhan. Seperti tagline-nya ‘classy cake and cookies’, Dapur BC menyediakan rupa-rupa kering seperti kaastangels, cornflakes, choco chips, soft chunk cookies, dan pie brownies.
Acin mengaku memakai bahan premium seperti dark coklat dan butter yang dipasok langsung dari negara cookies itu berasal lewat supplier. Untuk mencicipi kue kering buatan Acin, anda harus merogoh kocek antara Rp 230 ribu-Rp 250 ribu per toples. Homemade milik perempuan yang akrab disapa Acin itu resmi berdiri 2016 silam. Ia mengaku, untuk memenuhi permintaan lebaran pelanggan tahun ini, bisa meraih omzet hingga menyentuh Rp 45 juta.
“Jadi untuk resep sebelum menjual sudah melalui try error berkali-kali guna mendapatkan citarasa yang pas,” imbuh perempuan yang akan mengambil kelas ‘pastry’ di Paris, Prancis tersebut.
Menurut Sejarawan Kuliner dari Universitas Padjajaran, Bandung, Fadly Rahman, tradisi menyajikan kue kering baru muncul saat masa kolonial Belanda. Ia menambahkan, kue-kue kering yang dikenal masyarakat Indonesia saat ini, pertama kali diproduksi di Indonesia oleh orang Belanda pada abad ke-19 dan 20.Bagaimana prosesnya bisa menjadi hidangan Lebaran ini, tidak terlepas dari interaksi sosial budaya masyarakat Bumi Putera, masyarakat Islam Indonesia, dengan orang-orang Eropa. Kuliner warisan kolonial tersebut, lantas menjadi akrab di lidah pribumi.(nurul hayati)
0 Comments :
Post a Comment