Judul Postingan : Ini Hal Penting Selain Teknologi untuk Mencegah Korban Tsunami - IDN Times
Share link ini: Ini Hal Penting Selain Teknologi untuk Mencegah Korban Tsunami - IDN Times
Ini Hal Penting Selain Teknologi untuk Mencegah Korban Tsunami - IDN Times
Jakarta, IDN Times - Selama ini kita berpikir peringatan dini tsunami menjadi hal penting, agar masyarakat bisa selamat jika bencana itu datang. Dengan adanya peringatan dini dari buoy tsunami, masyarakat bisa segera mengungsi ke daerah yang lebih tinggi dan aman.
Namun, menurut Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto, peran tata ruang dalam mencegah tingginya jumlah korban juga sangat penting.
“Kalau tata tuang dibiarkan, teknologi kita majukan seperti apapun ya hasilnya sama saja,” kata Eko saat dihubungi IDN Times, Rabu (26/12).
Baca Juga: Banten dan Lampung Berduka, Pantai Ancol Aman dari Bahaya Tsunami?
1. Masih banyak bangunan di dekat tepi pantai yang rawan tsunami
Pakar paleotsunami ini mengatakan banyak tantangan dalam menekan jumlah korban akibat tsunami. Contohnya tata ruang yang banyak dilanggar adalah banyaknya hotel, penginapan dan permukiman warga di dekat pantai.
“Kita tahu meski ada regulasi yang terkait Sempadan Pantai yang mestinya cukup jauh di beberapa tempat, 300 meter dari pantai. Tapi nyatanya semua hotel penginapan dan di banyak tempat itu berdekatan dengan garis airnya,” ujar Eko.
2. Tentang Sempadan Pantai dan undang-undang wilayah pesisir
Diketahui, Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Sempadan Pantai terdapat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2016 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
3. Jarak aman tiap pantai berbeda berdasarkan pemerintah daerah dan kajian risiko
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editors’ picks
Berdasarkan aturan itu, penetapan batas sempadan pantai oleh pemerintah daerah (Pemda) itu dilakukan berdasarkan pengitungan batas sempadan sampai, yang harus disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yang terkait.
Selain itu pemerintah juga perlu melakukan kajian risiko untuk regulasi tata ruang itu.
“Jarak aman tiap pantai berbeda. Sebuah pantai kalau terjal mungkin batas air itu jaraknya. Wilayah aman seperti Aceh yang pantainya datar itu pasti jauh dari pantai dan itu diketahui kalau kajian resiko dilakukan,” kata Eko.
4. Kajian dilakukan minimal 5 tahun sekali dan secepatnya jika terjadi bencana
Kajian risiko itu dilakukan setidaknya lima tahun sekali atau lebih cepat jika ada kejadian bencana. Karena kajian fisik menjadi dasar rencana Rencana Pembangunan Jangka Mendengah (RPJMD).
“Itu harusnya ada sebelum RPJMD ditetapkan. Banyak daerah belum memilliki hasil kajian resiko, kalaupun sudan hasil kajian risiko itu belum benar-benar dilakukan secara baik. Sehingga tidak memberikan gambaran yang baik tentang risiko bencana tadi,” papar Eko.
5. Bisakah pemerintah menindak bangunan yang melanggar tata ruang pantai
Dengan adanya aturan tersebut pemerintah punya kewenangan menindak bangunan atau pemukiman dekat pantai. Namun Eko mengatakan hal itu mungkin sulit dilakukan, terlebih bagi bangunan yang dibangun atau didirikans sebelum adanya aturan wilayah pesisir pantai.
“Kalau jelas melanggar bisa menindak tapi harus dibuktikan kalau itu melanggar. Pembuktian itu berdasarkan regulasi pemerintah. Kalau banguanan itu dibangun setelah peta tata ruang ditetapkan dan dibangun pada lokasi yang tidak semestinya sudah pasti pemeritah punay hak untuk menghentikan. Tantangan agak sulit karena harus ganti rugi,” jelas dia.
Baca Juga: Ahli BPPT Widjo Kongko Ingatkan Ada Potensi Tsunami 57 Meter
0 Comments :
Post a Comment