Judul Postingan : Pemilu 2019 Diharapkan Perkuat Keterwakilan Daerah - BeritaSatu
Share link ini: Pemilu 2019 Diharapkan Perkuat Keterwakilan Daerah - BeritaSatu
Pemilu 2019 Diharapkan Perkuat Keterwakilan Daerah - BeritaSatu
Jakarta, Beritasatu.com - Pesta demokrasi 2019 harus menjadi momentum penguatan keterwakilan kepentingan daerah, agar aspirasi daerah dapat dibahas di pusat dan menjadi kebijakan yang mempercepat pembangunan daerah. Aspirasi dan kebutuhan pembangunan di daerah disuarakan lewat para wakilnya, yakni anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memiliki kapabilitas. DPD sebagai lembaga perwakilan daerah harus melaksanakan fungsi berdasarkan kepentingan daerah. Setiap anggota DPD harus mampu berpikir dari kerangka kepentingan daerah, bukan sektoral yang hanya mengangkat pada isu-isu tertentu.
Penguatan keterwakilan daerah lewat DPD ini tak perlu memicu kekhawatiran akan isu federalisme. Sambil memperjuangkan penguatan peran, fungsi, dan kewenangannya, setiap anggota DPD hasil pileg 17 April 2019 harus semakin berkualitas agar bisa memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.
Secara historis, negara dan bangsa Indonesia dibentuk karena kesepakatan daerah melalui Sumpah Pemuda. Namun, faktanya saat ini masih banyak daerah yang tertinggal terutama kawasan timur Indonesia. Dalam kondisi seperti ini DPD bisa menjadi saluran kepentingan.
Demikian benang merah pendapat dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nono Sampono, Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam, serta Wakil Ketua Komite III DPD Abdul Aziz Khafia, pakar hukum tata negara Maruarar Siahaan, dan peneliti LIPI Siti Zuhro pada focus group discussion (FGD) bertema “Pesta Demkkrasi Sebagai Penguatan Kepentingan Daerah” di BeritaSatu Plaza, Jakarta, Senin (18/3).
Nono Sampono berharap, Pemilu 2019 menghasilkan perwakilan yang benar-benar berjuang membela kepentingan rakyat di daerah. “Marilah kita melakukan demokrasi ini adalah sebuah proses pematangan. Demokrasi harus mampu mengisi ruang pembangunan negara ini lebih baik dari sebelumnya,” kata Nono.
Sedangkan menurut Maruarar, pesta demokrasi diharapkan menjadi momentum DPD untuk semakin kuat dan terus meningkatkan komunikasi secara intensif dengan pemerintah daerah supaya dapat membawa kepentingan daerah ke tingkat pusat.
Selama ini, katanya, berkembang paradigma bahwa penguatan DPD yang membawa aspirasi kepentingan daerah seolah-olah mengadu antara konsep negara kesatuan dan negara federal. “Seolah-olah kalau kita perkuat DPD, itu arahnya federalisme yang bertentangan dengan prinsip konstitusi negara kesatuan. Itu salah satu kekhawatiran yang menurut saya tidak beralasan,” ujar Maruarar.
Dia menambahkan, berbicara tentang wilayah pertahanan dan keamanan dengan paradigma kesejahteraan, maka agak sedikit banyak menjadi lebih kuno apa yang dikatakan bahwa otonomi daerah itu adalah seluas-luasnya, kecuali ada lima wilayah yang tidak bisa disentuh daerah katanya pertahanan keamanan, agama, ekonomi, kehakiman, politik luar negeri.
“Tetapi ketika kita berbicara tentang wilayah negara pertahanan dan ancaman keamanan kita melihat secara menyeluruh. Tanpa memberikan suatu kewenangan kepada daerah dalam melihat dari sisi kesejahteraan dan keadilan, maka kita akan melihat ancaman itu sangat mudah,” katanya.
Transisi paradigma ini harus menjadi pedoman kebijakan yang akan dibentuk. Paradigma kesejahteraan harus meliputi juga bagaimana mempertahankan NKRI. Bila kesejahteraan timpang, akan ada daerah yang pecah. “Kalau itu tidak menjadi suatu bagian yang bersama-sama dengan daerah, ya kita sepertinya akan melihat daerah itu nanti patah, terutama Papua,” tambahnya.
Dengan demikian pemerintah daerah diberikan wewenang lebih jauh dalam pemeliharaan wilayah terutama aspek kesejahteraan.
Dicontohkan, pentingnya membangun kesejahteraan di wilayah perbatasan sehingga ada kedaulatan di sana. “Bila sekarang di perbatasan itu hanya dibangun jalan dan pos-pos perbatasan yang lebih bagus, tapi kesejahteraan tidak, barangkali DPD yang harus bisa melihat ini, karena mewakili daerah,” katanya.
Membela Daerah
Terkait peran DPD, Akhmad Muqowam mengungkapkan hal senada. DPD adalah lembaga representasi daerah yang memperjuangkan hak-hak daerah di tingkat pusat. Ia berharap ke depan perwakilan daerah di DPD benar-benar orang yang ingin membela kepentingan daerah.
“Ke depan soal DPD itu harus jelas. Soal sumber daya manusia (SDM) atau kapasitas anggota saya sepakat perlu ada peningkatan,” ujar Muqowam.
DPD sebagai lembaga perwakilan daerah harus melaksanakan fungsi berdasarkan kepentingan daerah. Setiap anggota DPD diharapkan mampu berpikir dari kerangka kepentingan daerah, bukan sektoral yang hanya mengangkat pada isu-isu tertentu.
Ia menjelaskan, saat ini DPD masih menangani masalah-masalah sektoral yang seharusnya merupakan bidang yang dinaungi oleh DPR. Menurutnya, anggota DPD harus mampu bekerja di ruang daerah, karena anggota DPD RI merupakan wakil daerah.
“Ruang DPD adalah ruang pusat dan daerah. DPD bloknya daerah, DPR itu sektoral, seperti soal luar negeri, pertahanan keamanan, kepolisian, politik dalam negeri, atau pertanian. DPR berdasarkan pada sektoralitas,” ujarnya.
Sedangkan Abdul Aziz menekankan, untuk memastikan kinerja DPD makin baik dan dapat memperjuangkan kewenangannya dalam membela kepentingan daerah yang diwakilinya, anggota DPD terpilih pada Pemilu 2019 tidak ada lagi memiliki ikatan dengan partai politik. “Saya setuju harus ada upaya agar anggota DPD itu tak lagi punya ikatan dengan partai politik,” ujarnya.
Azis, yang merupakan anggota DPD asal DKI Jakarta itu berharap adanya kaukus parlemen yakni DPRD, DPR, dan DPD di setiap Provinsi. Hal itu untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat di daerah bisa disampaikan kepada pemerintah pusat. “Jadi kita tidak usah lagi pesimis dengan kondisi dan fakta kalau DPD menguat nanti jadi ricuh, atau kewenangan DPR jadi hilang. Peningkatan kewenangan DPD perlu pelibatan semua pihak termasuk media massa,” tandasnya.
Kewenangan Ditambah
Sementara itu, Siti Zuhro memandang efektivitas kinerja parlemen tak akan terwujud jika tidak ada penataan kerja antara DPR dan DPD. Selain itu, kelembagaan MPR pun harus ditata. “Intinya kalau Insya Allah kita bisa lakukan amendemen, kewenangan DPD perlu ditambah dan dipertegas,” ucap Siti.
Siti menjelaskan, mekanisme checks and balances antara presiden dan parlemen (DPD dan DPR) sepatutnya lebih diperkuat. Misalnya melalui hak veto yang dimiliki presiden, dan DPR serta DPD. Saat ini sesuai UUD 1945 Pasal 20 A ayat 5, hanya DPR yang memiliki hak itu.
Dia mengungkapkan, perlu dibangun sistem parlementer dua kamar antara DPR dan DPD yang kekuasaannya bukan saja hampir setara, tetapi bisa saling mengontrol dan mengawasi. Dengan dirumuskannya sistem bikameral yang lebih kuat dalam konstitusi, diharapkan memperkuat DPD.
Usulan Siti bertolak dari beberapa pertimbangan. Pertama, gagasan awal tentang bikameral di Indonesia adalah untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah. Kalau DPD merepresentasikan daerah, memang seyogyanya tujuan utama tadi harus dikedepankan.
“Jangan dibuat DPD habis itu dibiarkan begitu saja. Ini yang tidak elok. Indonesia adalah negara kepulauan, lagi-lagi memang harus ada yang menjaga gawang itu. Senator2-senator ini yang seharusnya menjadi pemersatu atas nama archipelago (kepulauan),” ungkap Siti.
Kedua, diperkenalkannya sistem bikameral karena mempertimbangkan perlunya checks and balances di internal yaitu antara DPD dan DPR. “Tujuannya untuk menghasilkan checks and balances supaya tidak ada kedigdayaan di sistem perwakilan kita,” kata Siti.
0 Comments :
Post a Comment