Judul Postingan : About The Game Menjadi Wartawan Olahraga yang Baik - detikSport
Share link ini: About The Game Menjadi Wartawan Olahraga yang Baik - detikSport
About The Game Menjadi Wartawan Olahraga yang Baik - detikSport
Jakarta - Kualitas tim nasional Indonesia bergantung pada kualitas wartawan. Jika wartawannya baik, maka kualitas tim nasional akan baik kata Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi, November 2018. Pernyataan yang saat itu sempat jadi bahan candaan, namun tidak ada salahnya jika kita kaji kembali.Prestasi tim nasional ditentukan oleh pembinaan usia muda yang baik, kompetisi yang berkualitas, kondisi fisik dan kemampuan teknis pemain yang oke. Lantas, apakah tepat membenahi timnas dilakukan dengan cara memperbaiki wartawan?
Institusi media memiliki peran dalam kehidupan masyarakat. Mengacu pada Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 Pasal 6, pers nasional Indonesia memiliki peran sebagai berikut : (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Antara media massa dan olahraga terjalin hubungan saling membutuhkan. Olahraga membutuhkan media massa untuk publikasi. Kondisi itu bahkan masih berlaku di era sekarang, di mana dengan kemajuan teknologi, olahraga dapat mempublikasikan informasi secara mandiri. Sementara media massa membutuhkan olahraga, untuk meningkatkan jumlah konsumen media. Ini karena informasi tentang olahraga termasuk informasi yang menarik dan banyak dicari khalayak (Wiarto, 2015: 10-11).
Baca Juga: Ode untuk Liliyana Natsir si Pengubah Zaman
Sebagai contoh, Ketum PSSI (ketika itu) Edy Rahmayadi menyatakan salah satu kriteria untuk Sekjen PSSI adalah mudah untuk dihubungi oleh wartawan (baca di sini). Bahkan sempat ada kejadian wartawan Indonesia ikut "membantu" meneror lawan tim nasional Indonesia, dengan memberikan pertanyaan intimidatif dalam jumpa pers pra laga. Kejadiannya adalah jelang pertandingan Indonesia vs Qatar di Kualifikasi Piala Dunia 2014 (Sammy, 2016).
Bima Sakti melayani pertanyaan wartawan di sela-sela latihan Timnas Indonesia Foto: Rifkianto Nugroho
|
Hubungan Pasang Surut
Meski saling menguntungkan, namun hubungan antara wartawan dengan pelaku olahraga tak jarang mengalami pasang surut. Atlet, pelatih, atau pun pengelola olahraga mengaku kesulitan untuk bisa bekerja secara maksimal karena terganggu oleh sorotan media. Selain itu, ada kalanya pemberitaan media menimbulkan persepsi yang keliru di masyarakat (Wiarto, 2015:12).
Hubungan pasang surut ini terjadi, karena masing-masing pihak memiliki kepentingan. Wartawan membutuhkan informasi yang menarik untuk disajikan kepada khalayak. Selain itu wartawan juga membutuhkan informasi untuk memenuhi prinsip cover both side. Namun ada kalanya kalangan olahraga (sebagai narasumber) merasa tidak perlu untuk memberikan informasi pada wartawan, karena khawatir justru akan merugikan pihak kalangan olahraga.
Di Indonesia, seorang wartawan mengalami tindakan kekerasan saat meliput pertandingan Liga 3 antara Persid Jember melawan Sindo Dharaka, Juli 2018 (baca di sini). Mundur ke tahun 2014, sejumlah wartawan termasuk detikSport mengalami kejadian tidak mengenakkan saat meliput PSS Sleman, yakni diintimidasi oleh sejumlah orang (baca di sini)
Di Indonesia, media lebih cenderung memberitakan konflik yang terjadi baik itu antara kalangan olahraga, entah itu antara atlet dan pelatih, atau antara pelatih dengan federasi. Selain itu, kalangan organisasi olaharaga menilai kemampuan eksplorasi dari wartawan masih kurang, sehingga pemberitaan yang ada menjadi kurang tajam (Novitaria,2017).
Situasi tidak nyaman antara dunia olahhraga dengan wartawan juga terjadi di negara lain. Di Inggris, pada pertengahan tahun 2015, National Union of Journalist (NUJ) mengirim surat ke federasi sepakbola Inggris, FA, menyatakan keprihatinan menyusul kebijakan sejumlah klub sepakbola di negara tersebut yang membatasi bahkan melarang wartawan meliput. NUJ berargumen bahwa pembatasan liputan merugikan suporter, karena tidak mendapatkan informasi yang independent dan netral, tentang kondisi klub mereka.
Adanya larangan terhadap wartawan untuk meliput membuat suporter hanya memperoleh informasi dari media yang memang dikelola klub seperti match day program. Tentu saja, informasi tersebut hanya berisi hal-hal yang positif bagi klub. Ada pun klub beralasan bahwa keputusan larangan meliput tersebut adalah akibat pemberitaan wartawan yang merugikan klub (baca di sini).
Ukuran menjadi Baik
Lantas apa ukuran wartawan yang baik? Dalam konteks Indonesia, kita bisa mengacu pada UU Pers No. 40/1999 pasal 3, pers nasional berfungsi untuk memberikan informasi, Pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Oleh karenanya ada jaminan hukum terhadap kemerdekaan pers. Pers nasional memiliki hak dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat [3]).
Foto: Rengga Sancaya
|
Berkaitan dengan berita olahraga, fungsi informasi, pendidikan, dan hiburan telah dijalankan. Informasi yang diberikan adalah berita mengenai pertandingan. Ada pun fungsi Pendidikan dilakukan dengan cara menampilkan informasi mengenai teknik bermain, evolusi taktik, trivia, dan analisis hasil pertandingan berdasarkan statistic. Sementara dalam fungsi hiburan, media olahraga memberitakan profil atlet, tujuannya agar muncul kedekatan personal antara atlet dengan penggemarnya (Pramesti, 2014: 78-82).
Yang belum muncul secara maksimal adalah fungsi kontrol sosial. Dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, wartawan berperan dalam mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Namun fungsi ini terkesan "terhambat" karena kondisi riil. Ada dua faktor penyebab wartawan dan media massa kurang maksimal dalam menjalankannya.
Pertama faktor konsumen media, membuat media massa menjadi memilih menyajikan berita yang cenderung memberikan rasa "nyaman" bagi konsumen. Tulisan Pramesti (2014) dan Junaedi, dkk. (2018) misalnya, menunjukkan bahwa media lokal di Indonesia menunjukkan keberpihakan kepada klub olahraga lokal (dari kota yang sama dengan tempat media tersebut menjalankan bisnisnya), manakala klub tersebut tengah menghadapi persoalan. Faktor kedua adalah narasumber berita. Menurut Rahman (2016: 152-158) sikap narasumber juga menyebabkan kegagalan fungsi kontrol.
Pertama adalah keengganan narasumber memberikan informasi, atau jika pun memberikan informasi, isinya tidak banyak menjawab pertanyaan membuat wartawan menjadi frustrasi dalam mengali informasi. Kedua adalah wartawan khawatir kehilangan akses informasi dari narasumber seperti klub sepakbola, pengelola kompetisi, dan pengurus liga. Wartawan khwatir jika memberitakan sesuatu secara kritis, maka para narasumber itu tidak lagi bersedia diwawacarai di waktu-waktu mendatang. Ketiga adalah adanya praktek amplop bagi wartawan. Bahkan narasumber tidak jarang menjanjikan hadiah bagi wartawan yang sering memberitakan pernyataan narasumber yang disebarkan melalui broadcast message ke jejaring wartawan, secara utuh atau tanpa diedit.
Tugas Bersama
Artinya, untuk menjadi wartawan yang baik, maka para insan pers membutuhkan bantuan dari pihak lain dan ada kalanya mereka adalah pihak eksternal. Eksternal yang dimaksud adalah pihak di luar media. Itu sebabnya, mewujudkan wartawan yang baik adalah tugas bersama.
Baik narasumber (atlet, klub, federasi, atau pelaku olahraga lainnya) maupun publik perlu mengetahui mengenai peran dan fungsi wartawan dalam kehidupan masyarakat. Narasumber hendaknya senantiasa menyediakan materi dan akses informasi yang sesuai kebutuhan wartawan. Itu sebabnya narasumber juga perlu senantiasa memantau tren isu yang tengah hangat di masyarakat. Agar ketika nanti ada pertanyaan dari wartawan, narasumber sudah siap untuk memberikan jawaban yang sesuai dan bukan hanya sekadar jawaban normatif, atau bahkan bungkam. Sudah saatnya praktek komunikasi dari narasumber diubah, tidak hanya sekadar memberikan informasi (komunikasi satu arah) menjadi melakukan pemantauan isu terlebih dahulu sebelum kemudian menyampakan informasi kepada wartawan (komunikasi dua arah).
Pemahaman yang sama juga harus dimiliki masyarakat. Jangan lantas memusuhi atau mengintimidasi wartawan ketika klub atau atlet yang Anda dukung, tengah diberitakan secara kritis oleh media. Justru sebaliknya, jadikan berita dari media itu sebagai bahan untuk membuat atlet atau klub dukungan Anda jadi lebih baik. Jika memang berita yang ditampilkan media dirasa tendensius atau memojokkan, bisa mengadukan ke Dewan Pers.
Selamat Hari Pers Nasional.
Referensi
Junaedi, Fajar; Nugroho, Heru; Wahyono, Sugeng Bayu (2018) "Pembelaan pada Persebaya dan Glorifikasi Bonek dalam Pemberitaan Jawa Pos tentang Konflik Persebaya dan PSSI" Jurnal Komuniti 10 (1), Maret : 54-67
Novitaria, Ika (2017) "The Role of Public Relations In Sport Organization In Indonesia" Journal Advanced Science Letters, 23 (1), January: 528-531
Pramesti, Olivia Lewi (2014) "Olahraga, Media, dan Audiens : Perspektif Media Lokal dalam Meliput Isu Olahraga" dalam Sport, Komunikasi, dan Audiens (Editor : Fajar Junaedi, Bonaventura Satya Bharata, Setio Budi). Yogyakarta : ASPIKOM
Rahman, Fajar (2016) "Profesionalisme dan Transparansi Semu Sepak Bola Indonesia" dalam Sepakbola 2.0 (Editor : Sirajudin Hasbi dan Ferry Triadi Sasono). Yogyakarta : Penerbit Fandom
Sammy, Abdullah (2016) "Catatan Sepak Bola- Pers dan Sepak Bola". URL : http://bit.ly/2tbOEhr
Wiarto, Giri (2015) Olahraga dalam Perspekt Sosial, Politik, Ekonomi, IPTEK, dan Hiburan. Yogyakarta : Graha Ilmu
*) penulis adalah dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Tulisan ini dibuat dalam rangka Hari Pers Nasional yang diperingati tiap 9 Februari. Tulisan merupakan pendapat pribadi penulis (din/nds)
0 Comments :
Post a Comment