Judul Postingan : Kemendagri: Defisit Anggaran Daerah Hal yang Lumrah - Kompas.com - Megapolitan Kompas.com
Share link ini: Kemendagri: Defisit Anggaran Daerah Hal yang Lumrah - Kompas.com - Megapolitan Kompas.com
Kemendagri: Defisit Anggaran Daerah Hal yang Lumrah - Kompas.com - Megapolitan Kompas.com
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syarifuddin menyebutkan bahwa sebenarnya defisit adalah istilah yang lumrah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Defisit ini terjadi ketika selisih kurang antara anggaran belanja dan pendapatan atau anggaran belanja lebih besar daripada pendapatan.
Meski demikian, defisit bisa diatasi jika masih bisa ditutupi dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) di tahun sebelumnya.
"Bicara defisit, itu istilah defisit hal yang lumrah di dalam APBD. Karena kalau ada SiLPA dari tahun lalu, pasti anggaran di APBD pasti ada defisit. Kenapa defisit? Karena uang yang masih tahun lalu kan mesti dibelanjakan," ucap Syarifuddin saat dihubungi, Sabtu (16/11/2019).
Baca juga: APBD DKI 2019 Diprediksi Defisit Rp 6,39 Triliun
Syarifuddin mencontohkan, jika anggaran belanja sekitar Rp 11 triliun, lalu pendapatan yang dimiliki Rp 10 triliun, namun Pemprov DKI masih memiliki SiLPA Rp 1 triliun artinya sudah tertutupi.
"Jadi defisit itu bukan defisit absolut tapi defisit yang ada penutupnya. Tapi kalau yang dimaksud defisit, tak bisa ditutup dengan Silpa atau rencana pinjaman daerah, itu tidak diizinkan. Pasti nanti kami evaluasi," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menjelaskan, defisit bukanlah persoalan jika Pemprov DKI Jakarta tahu cara untuk menutupinya.
Baca juga: Menilik Persoalan Pendapatan Pajak di DKI, Benarkah Terjadi Defisit?
Menurut dia, ada lima cara yang bisa digunakan untuk menutupi defisit dengan peningkatan pendapatan daerah, efisiensi belanja, hingga penjualan aset.
"Yang pertama menggenjot pendapatan, yang kedua melakukan efisiensi belanja. Jadi belanja-belanja yang kayak kemarin lem aibon, bulpen disisir lalu dijadikan program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dan nominalnya kan itu jadinya efisiensi itu bisa menutup defisit," jelasnya.
Langkah ketiga adalah piutang Pemprov DKI kepada daerah-daerah lain maupun kepada pemerintah pusat harus ditagih.
"Yang keempat menjual aset-aset yang memang sudah tidak manfaat, sudah tidak maksimal bisa dijual dan dilelang untuk dijadikan pendapatan. Jika tidak langkah terakhir adalah hutang," tutup Misbah.
Diketahui, belakangan APBE DKI Jakarta kerap disebut defisit salah satunya oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
DKI Jakarta dinilai mengalami defisit anggaran di antaranya dari segi pendapatan pajak.
PSI memperkirakan bahwa berdasarkan target pajak yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2019 sebesar Rp 44,54 triliun, sedangkan realisasinya diperkirakan hanya Rp 40,2 triliun atau defisit Rp 4,43 triliun.
Namun sebenarnya APBD DKI Jakarta Tahun 2019 diprediksi defisit bukan dari segi pendapatan pajak, melainkan dari bagi hasil.
Alasannya, pendapatan berupa dana bagi hasil dari pemerintah pusat sebesar Rp 6,39 triliun belum disetorkan ke kas Pemprov DKI.
Dana bagi hasil salah satunya diberikan berdasarkan pajak yang diterima pemerintah pusat dari objek pajak di daerah.
Karena itu, pemerintah pusat memberikan dana bagi hasil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kepada pemerintah daerah.
0 Comments :
Post a Comment